KOLTIM - TRANSJURNAL.com - Sebagai wujud keberhasilan Plt Bupati Kolaka Timur dalam memimpin daerah yakni dengan terpeliharanya kebudayaan dan adat istiadat di Kolaka Timur salah satunya kebudayaan yang berasal dari Pulau Dewata yaitu Pawai Ogoh-Ogoh.
Dimana diketahui umat Hindu melestarikan Ogoh-Ogoh dalam bentuk budaya yang merupakan karya seni dan disimbolkan melalui patung besar lalu di arak jelang akhir tahun Saka.
Pemerintahan di era Gerakan Membangun dan Melayani Masyarakat (Gemas) Kabupaten Kolaka Timur dibawah komando Abdul Azis SH MH telah nampak dalam berbagai aspek sosial budaya yang terpelihara dengan baik.
Sebagai wujud nyata yang nampak pada perayaan Pawai Ogoh-Ogoh yang merupakan rangkaian dalam menyambut Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1945 bagi umat Hindu yang dilestarikan sebagai seni budaya yang dilaksanakan di Desa Tasahea Kecamatan Tirawuta.
Dalam kesempatan itu, Bupati Koltim menyampaikan apresiasi yang luar biasa dengan adanya kegiatan pawai Ogoh-Ogoh yang sangat meriah.
"Pawai Ogoh-Ogoh ini, merupakan bukti bahwa budaya dan adat masyarakat Hindu masih terjaga dengan sangat baik di Kolaka Timur. Mari terus kita lestarikan dan pertahankan," kata Abdul Azis pada perayaan Pawai Ogoh-Ogoh di Tasahea pekan kemarin.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo yang juga Tokoh Umat Hindu di Kolaka Timur, I Nyoman Abdi, S.Pd., M.Pd menjelaskan bahwa Ogoh-Ogoh sebagai simbol yang diyakini dalam setiap sisi kehidupan ada yang baik dan ada yang buruk.
"Dalam rangka menyambut tahun baru saka, semua sisi keburukan itu diberikan ruang untuk ditempatkan pada tempatnya," jelas Kadis dalam voice note-nya kepada Transjurnal.
Lebih lanjut Ia menuturkan, dalam memberi ruang sisi buruk itu disimbolkan dengan ogoh-ogoh, sehingga menjelang tahun baru saka disetiap tahunnya di arak dan wujudkan bahwa mereka menempati tempatnya agar jangan mengganggu kehidupan manusia.
"Sehingga bisa berjalan dengan baik dan bersama-sama manusia bisa hidup di kehidupannya dan para sisi buruk itu berada disisi kehidupannya juga yang disimbolkan melalui ogoh-ogoh," tuturnya.
Menurut Pria yang bergelar Master Pendidikan ini bahwa ogoh-ogoh itu lebih kepada simbol, lalu umat Hindu melestarikannya dalam bentuk budaya, budaya yang diwujudkan berbagai bentuk seperti patung-patung besar lalu di arak jelang akhir tahun menunggu awal tahun, untuk tahun berikutnya.
"Jadi, ini sebenarnya adalah satu siklus perjalanan kehidupan melalui waktu dalam satu tahun. Jadi, inti dari semua itu bukan berarti nanti akhir tahun baru kita beri ruang para ketidak baikan dalam kehidupan. Tetapi, disetiap tahunnya disetiap harinya disetiap waktunya dalam setiap tahun berjalan terus kita beri ruang, hanya wujud nyatanya berbentuk simbol ogoh-ogoh itu nanti kita wujudkan yang bernilai seni budaya menjelang akhir tahun saka lalu memasuki tahun saka kita berpuasa melalui Catur Brata penyepian," pungkasnya. (Adv/Sosial Budaya)
Laporan : Epin