BOGOR - TRANSJURNAL.com - Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 menetapkan batasan penggalangan dana yang dapat dilakukan oleh Komite Sekolah dengan tujuan mendukung peningkatan layanan pendidikan melalui semangat gotong royong. Sumbangan Pendidikan, Bantuan Pendidikan, dan bukan Pungutan diakui sebagai bentuk penggalangan dana yang diizinkan.
Dalam pasal 10 ayat (1), Permendikbud menjelaskan bahwa Komite Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan guna mendukung fungsi mereka dalam memberikan dukungan tenaga, sarana, prasarana, dan pengawasan pendidikan. Pasal 10 ayat (2) menegaskan bahwa penggalangan dana tersebut harus berupa bantuan dan/atau sumbangan, dan bukan pungutan.
Guru di SDN Cipayung 01 menyatakan bahwa penggalangan dana terjadi karena belum ada analisis kebutuhan biaya yang riil. Namun, dia menegaskan bahwa penggalangan dana, seperti pengaspalan lapangan, bersifat sukarela dan tidak dipaksakan kepada orang tua siswa.
Ketua komite menegaskan bahwa praktiknya tidak ada paksaan kepada orang tua murid, dan keputusan pengaspalan lapangan didasarkan pada musyawarah mufakat. Biaya sekitar 64 juta rupiah berhasil dikumpulkan dari sumbangan orang tua siswa tanpa pemaksaan kepada yang tidak mampu.
Perlu dicatat bahwa aturan terkait Pungutan Pendidikan baru mengatur untuk SD dan SMP, sementara untuk SMA dan SMK masih dalam tahap pengembangan. Pungutan Pendidikan pada tingkat pendidikan dasar diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012.
Dalam konteks perbedaan antara sumbangan dan pungutan, pungutan bersifat wajib dan mengikat, berasal dari peserta didik atau orang tua dengan jumlah dan waktu pembayarannya ditentukan. Sebaliknya, sumbangan bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak memiliki jumlah atau batasan waktu pembayarannya. Isu ini menyoroti pertanyaan seputar efektivitas dan etika penggalangan dana sekolah. (**)
Laporan : Tim