KOLTIM - TRANSJURNAL.com - Pasca Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) melakukan penelusuran dan klarifikasi, akhirnya "skandal" foto Kepala Puskesmas (Kapus) Tinondo, Sulkarnain di rumah atau posko pasangan calon Azis-Yosep (ASMARA) berbuntut pada ranah pidana.
Selasa (29/10/2024) malam, Bawaslu melimpahkan perkaranya beserta tiga alat bukti ke Polres Koltim untuk diproses lebih lanjut (penyidikan).
Koordinator Divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Ian Purnama Junior mengatakan, berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukan hingga dilakukannya pleno (pembahasan) kedua kuat dugaan bila Kapus Tinondo telah melanggar pasal 71 ayat 1 junto pasal 188 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada.
Disebutkan, dalam pasal 71 ayat (1) sangat jelas disebutkan, bahwa Pejabat Negara, Pejabat Daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri,dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
"Sementara pasal 188 dikatakan, Pejabat Negara, Pejabat Daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri,dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.600.000 atau paling banyak 6.000.000," ungkap Ian Purnama
Lebih lanjut dikatakan, sebagai seorang ASN, Sulkarnain tidak selayaknya berada di salah satu rumah pasangan calon, apalagi sambil menunjukan jari.
Dalam mendorong "skandal" foto Sulkarnain ke tahap penyidikan, pihak Bawaslu turut melampirkan tiga alat bukti kuat yang mengindikasikan ketidaknetralannya.
"Adapun alat bukti yang kami temukan yaitu keterangan saksi, foto dan keterangan ahli berkaitan dengan pasal yang dilanggar. Nanti pada proses penyidikan akan dilakukan oleh teman-teman kepolisian selama 14 hari kedepan," ungkap Ian Purnama.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga pula. Selain ancaman pidana, rupanya Bawaslu Koltim juga akan mendorong perkara dugaan netralitas Sulkarnain selaku ASN pada Badan Kepegawaian Negara (BKN). Artinya, hal ini merupakan yang kedua kalinya perkara Sulkarnain direkomendasikan kepada BKN.
Ian Purnama menyebutkan, sudah ada beberapa ASN yang telah ditangani oleh Bawaslu maupun Panwascam menyangkut netralitas. Terutama pada saat sebelum masuk tahap kampanye.
"Ada empat kasus yang kami naikkan di KASN ataupun BKN. Sudah ada satu putusan (rekomendasi) yakni Lurah Simbalai yang mana ada sanksi moril yang dikenakan oleh BKN. Saat ini kami juga sementara menunggu rekomendasi dari BKN yang juga berkaitan dengan netralitas ASN yaitu Kapus Tinondo, Sulkarnain, Kepala SDN 1 Dangia, Katiman dan Kadis DPMD Koltim, Kusram Marolli. Kami memantau terus di SPT yang mana dalam prosesnya masih menunggu keputusan dari BKN. Dan, akan dikonfirmasi (keputusan BKN) pada tanggal 7 November 2024," katanya.
Ian berharap kepada seluruh ASN yang ada di Kabupaten Kolaka Timur untuk tidak terlibat dalam politik praktis. Bawaslu bahkan jajarannya telah berkali-kali memberikan himbauan.
Akan tetapi, manakala ASN tersebut juga masih tetap bersikeras, maka tentu ada konsekwensi yang harus ditanggung. Seperti yang terjadi pada perkara Kapus Tinondo yang diduga kuat berpihak pada salah satu pasangan calon.
"Ini perkara pertama bagi ASN di masa kampanye. Dan itu memang sangat fatal karena sanksi pidananya kami berlakukan. Beda kalau sebelum masa kampanye," pungkas Ian Purnama.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Koltim, AKP Harry Prima ketika dikonfirmasi wartawan menyampaikan, akan segera melakukan pemanggilan kepada terlapor (Kapus Tinondo) dan saksi-saksi yang berkaitan dengan perkara ini. Mengingat waktu penyidikan terbatas yaitu selama 14 hari.
"Yang jelasnya setelah menerima laporan, kami akan langsung melakukan tindakan dengan memanggil pihak terlapor, termasuk saksi-saksi. Adapun misalnya permintaan keterangan terhadap saksi ahli dilakukan nantinya hanya sebatas untuk kelengkapan administrasi saja," ucap Harry Prima.
Laporan Redaksi