BOGOR - TRANSJURNAL.com - Sidang pembacaan eksepsi terdakwa Yusup digelar di Pengadilan Negeri Cibinong, Selasa (19/11). Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Yusup, Tamba Harianja, membeberkan kronologi penangkapan kliennya serta menyoroti proses hukum yang dinilai tidak sesuai prosedur.
Dalam pembacaan eksepsi, Tamba menyebutkan bahwa selama penyelidikan di Polres Bogor, Yusup tidak didampingi kuasa hukum, yang merupakan pelanggaran hak asasi. Ia juga menegaskan bahwa pasal yang dikenakan kepada Yusup, yakni Pasal 368 junto 369 KUHP, tidak terbukti secara hukum dan terkesan dipaksakan karena minimnya bukti.
"Dua unit mobil yang disita pun tidak memiliki dasar hukum yang jelas," tambahnya.
Seusai sidang, Tamba memberikan keterangan kepada awak media terkait kronologi kasus yang menjerat Yusup. Menurutnya, kasus ini bermula pada tahun 2022 dari laporan pengaduan masyarakat (Dumas) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan proyek fiktif di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor. Namun, proses ini berujung pada penangkapan Yusup di tahun 2024.
"Pada 2024, pihak KPK memanggil sejumlah pejabat Dinas Pendidikan, termasuk seorang kabid yang telah dipindahkan ke dinas lain. Kabid tersebut kemudian mengajak beberapa pihak, termasuk YT (kasi) dan WM (kabid), untuk mencari seseorang yang dapat meredam pemanggilan KPK. Yusup akhirnya diminta membantu, namun justru mengalami nasib sial karena ditangkap dalam operasi tangkap tangan di sebuah rumah makan di sekitar Pemda Kabupaten Bogor," ungkap Tamba.
Lebih lanjut, Tamba menyatakan bahwa kasus ini kemudian dilimpahkan ke Polres Bogor, bukan KPK. Hal ini menimbulkan tanda tanya karena, menurutnya, jika ditangani KPK, potensi pengungkapan jaringan makelar kasus di Kabupaten Bogor bisa terbuka lebar.
Sidang ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan dari jaksa penuntut umum terhadap eksepsi terdakwa.
Laporan : Indrawan