Adyansyah, KETUA DPD LIN. (ft,Ist)
KENDARI - TRANSJURNAL.com - Aktivitas pengangkutan ore nikel oleh PT Modern Cahaya Mineral (MCM) dan PT Tiara Abadi Sentosa (TAS) menggunakan jalan provinsi dan kota di Kendari menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Masyarakat, aktivis, dan pemerintah setempat mempertanyakan legalitas penggunaan jalan umum oleh perusahaan tambang tersebut.
Baru-baru ini, DPRD Kota Kendari telah memanggil pihak perusahaan untuk dimintai keterangan. Namun, meskipun telah mendapat teguran, perusahaan tetap melanjutkan aktivitasnya. Hal ini memicu desakan agar izin perusahaan diperiksa dan diberikan sanksi tegas.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Investigasi Negara (LIN) Sulawesi Tenggara, Adyansyah, mengecam keras tindakan PT MCM dan PT TAS. Ia menilai perusahaan-perusahaan tambang tidak memiliki hak untuk menggunakan jalan umum yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat.
"Saya meminta Pemerintah Provinsi dan Kota Kendari segera memanggil pimpinan PT MCM dan PT TAS serta pihak-pihak yang terlibat. Jangan biarkan pelanggaran ini merajalela di bumi Anoa," tegas Adyansyah.
Ia juga menduga ada praktik tidak transparan di dinas terkait yang memberikan rekomendasi penggunaan jalan. Oleh karena itu, pihaknya akan mengawal kasus ini untuk memastikan bahwa oknum-oknum yang terlibat diberi sanksi.
Berdasarkan investigasi, PT MCM dan PT TAS diduga tidak memiliki izin resmi untuk menggunakan jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota Kendari sebagai jalur angkut ore nikel mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kebijakan ini.
"Perusahaan tambang seharusnya memiliki jalan sendiri untuk hauling, bukan menggunakan jalan umum yang dibangun dengan pajak rakyat," kata Adyansyah.
Selain merusak jalan, aktivitas ini juga dinilai membahayakan pengguna jalan lain dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah segera mengambil tindakan tegas, termasuk pencabutan izin jika perusahaan terbukti melanggar aturan.
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Kendari, Arifin Rauf, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan dua teguran kepada PT MCM dan PT TAS, yakni pada 13 Desember 2024 dan 2 Januari 2025.
Namun, teguran tersebut tidak diindahkan. DPRD Kota Kendari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada 12 Februari 2025, menyoroti sikap perusahaan yang seolah-olah mengabaikan pemerintah daerah.
Anggota Komisi III DPRD Kota Kendari, LM Rajab Jinik, menegaskan bahwa pemerintah kota harus lebih tegas dalam menangani kasus ini.
"Jangan sampai Pemkot Kendari terlihat tidak dihargai. Dua teguran sudah dilayangkan, tapi aktivitas mereka tetap berjalan. Ini bukan hanya soal jembatan timbang yang tidak ada, tetapi soal kepatuhan terhadap regulasi," ujar Rajab.
Dalam RDP tersebut, General Manager PT TAS, Hendra, menyatakan bahwa PT TAS memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sedangkan PT MCM mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Namun, pernyataan tersebut tidak menjawab pertanyaan utama mengenai izin penggunaan jalan umum untuk pengangkutan ore nikel.
"Tidak cukup hanya memiliki IUP atau IUPK. Perusahaan harus memastikan bahwa mereka juga mengantongi izin lintas dari pemerintah daerah dan instansi terkait, termasuk izin dari Kementerian PUPR serta Dinas Perhubungan," kata Rajab.
Akibat pelanggaran yang dilakukan, DPRD Kota Kendari mendesak agar aktivitas pengangkutan ore nikel oleh PT MCM dan PT TAS dihentikan sementara hingga ada kejelasan izin.
Selain itu, aktivis juga meminta pemerintah mencabut izin perusahaan jika terbukti melanggar regulasi.
"Kami akan terus mengawal kasus ini. Jika pemerintah tidak bertindak tegas, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi aturan hukum di Sulawesi Tenggara," tutup Adyansyah.
Dengan semakin banyaknya sorotan terhadap kasus ini, masyarakat menunggu langkah tegas dari pemerintah untuk menegakkan aturan dan menjaga fasilitas umum dari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Laporan : Rusdin/Olink