Perwakilan FAHMI Sultra-Jakarta, Midul Makati, SH., MH, serahkan alat bukti tambahan di Kejagung RI. Senin, 10/3/2025. (Ft,Ist)
JAKARTA - TRANSJURNAL.com - Forum Advokasi Masyarakat Hukum Indonesia (FAMHI) Sulawesi Tenggara-Jakarta (Sultra-Jakarta) kembali melangkah dalam mengawal kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Abdul Azis serta 13 anggota DPRD Kolaka Timur.
Hari ini, Senin (10/3/2025) FAMHI Sultra bertandang ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menyerahkan alat bukti tambahan guna memperkuat laporan yang sebelumnya telah disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Perwakilan FAMHI Sultra-Jakarta, Midul Makati, dalam pernyataannya menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diperangi bersama. Menurutnya, dampak dari praktik korupsi sangat luas, mulai dari meningkatnya angka kemiskinan hingga mengganggu stabilitas ekonomi dan sistem pelayanan publik di Indonesia.
"Korupsi bukan hanya tindakan melanggar hukum, tetapi juga musuh utama rakyat. Negara ini berlandaskan hukum, dan tidak boleh ada pihak yang kebal terhadap proses hukum. Siapa pun yang bersalah harus diproses sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Midul.
FAMHI Sultra-Jakarta mendesak Kejagung RI dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka untuk segera menggelar perkara dan menetapkan tersangka dalam kasus ini. Mereka meyakini bahwa alat bukti yang telah dikumpulkan sudah lebih dari cukup untuk menjerat para pelaku.
"Bukti-bukti yang ada sudah sangat kuat. Sudah ada pengakuan penerimaan uang, bukti uang dalam bentuk dolar, dokumen tertulis, ponsel yang digunakan dalam komunikasi transaksi, hingga pengakuan saksi. Secara formil dan materiil, unsur tindak pidana korupsi sudah terpenuhi," tegas Midul.
Ia juga mengingatkan agar penyidik tidak bermain-main dalam menangani kasus ini, mengingat kasus tersebut telah menjadi perhatian Kejagung RI dan publik secara luas. FAMHI Sultra menuntut Kejari Kolaka untuk menjaga profesionalitas dan integritas dalam mengusut perkara ini secara transparan.
"Kejari Kolaka harus menunjukkan sikap profesional dalam menangani kasus ini. Jangan sampai ada intervensi atau permainan di balik layar yang justru mencederai keadilan," tambahnya.
Selain menyerahkan alat bukti tambahan, FAMHI Sultra juga melaporkan Kepala Kejari Kolaka, Herlina Rauf, ke Kejagung RI atas dugaan pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus ini. Mereka mencurigai adanya kedekatan yang tidak wajar antara Herlina Rauf dengan Abdul Azis beserta istrinya.
"Kami melihat ada indikasi bahwa Kepala Kejari Kolaka tidak bertindak independen dalam menangani kasus ini. Sikap dan pernyataan beliau dalam acara ramah tamah bersama Bupati Kolaka Timur menunjukkan sesuatu yang patut dipertanyakan. Kami menduga ada kepentingan tersembunyi di balik lambatnya penanganan kasus ini," ungkap Midul.
FAMHI Sultra berharap laporan ini dapat segera ditindaklanjuti oleh Kejagung RI. Mereka juga menagih janji Jaksa Agung yang sebelumnya menyatakan akan mencopot atau memecat aparat yang bermain dalam penegakan hukum, terutama di tingkat Kejati dan Kejari.
"Kami percaya Jaksa Agung akan bertindak tegas. Jika ada oknum di Kejari Kolaka yang bermain-main dengan hukum, maka harus segera dicopot sesuai dengan komitmen Kejagung dalam menjaga integritas hukum di Indonesia," tutup Midul. (**)