JAKARTA - TRANSJURNAL.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat hingga April 2025, progres pendaftaran tanah nasional telah mencapai 121,6 juta bidang dari target 126 juta. Capaian ini tak lepas dari kontribusi 805 petugas ukur perempuan yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di daerah terluar.
Dari total 2.747 petugas ukur yang bertugas saat ini, sekitar 29 persen adalah perempuan. Mereka hadir tak hanya menjalankan tugas teknis pengukuran, tetapi juga membawa pendekatan inklusif dalam berinteraksi dengan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah dengan tantangan sosial dan geografis yang tinggi.
Salah satu petugas ukur perempuan yang bertugas di garis depan adalah Shafira Dian Kumala Sari dari Kantor Pertanahan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
"Kami berusaha memahami kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat agar komunikasi berjalan efektif dan kepercayaan bisa terbangun," ujarnya, Minggu (20/4/2025).
Di wilayah perbatasan seperti Nunukan, tantangan yang dihadapi tak hanya soal medan berat, tapi juga keterbatasan akses informasi dan rendahnya kesadaran hukum mengenai pentingnya legalitas tanah. Pendekatan empatik dinilai efektif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program pendaftaran tanah.
Hal serupa disampaikan Anggi Halimah Dala dari Kantah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Ia menyebutkan kondisi geografis di wilayahnya kerap membuat proses pengukuran membutuhkan usaha ekstra.
"Banyak area berada di perbukitan. Tapi kami tetap berkomitmen untuk menyelesaikan pekerjaan secara akurat," katanya.
Petugas ukur perempuan dinilai memainkan peran penting dalam pemerataan pembangunan, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
"Data pertanahan yang valid menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam merancang pembangunan yang tepat sasaran," tutup Anggi.
Laporan Redaksi